Hari ini Hari Anak Nasional, tetapi Bu Tuti sedang pusing tujuh keliling. Pasalnya, anaknya yang berusia sebelas tahun tampak semakin tambun. Sebelum pandemi, dokter sudah mengingatkan jika ia beresiko kegemukan (overweight). Kini, setahun lebih setelah Belajar Dari Rumah (BDR) karena pandemi Covid-19, baju seragam sekolahnya benar-benar sudah tidak muat. Sekarang, mau tak mau Bu Tuti harus lebih gencar mengajak anaknya berolahraga dan mengurangi cemilan tak sehat.
Oleh Tutut Bina S*
Hari ini Hari Anak Nasional, tetapi Bu Tuti sedang pusing tujuh keliling. Pasalnya, anaknya yang berusia sebelas tahun tampak semakin tambun. Sebelum pandemi, dokter sudah mengingatkan jika ia beresiko kegemukan (overweight). Kini, setahun lebih setelah Belajar Dari Rumah (BDR) karena pandemi Covid-19, baju seragam sekolahnya benar-benar sudah tidak muat. Sekarang, mau tak mau Bu Tuti harus lebih gencar mengajak anaknya berolahraga dan mengurangi cemilan tak sehat.
Bu Tuti tak sendirian. Para pakar kesehatan memprediksi adanya peningkatan resiko kegemukan hingga obesitas pada anak saat pandemi. Ini disebabkan antara lain karena berkurangnya aktivitas fisik dan meningkatnya aktivitas sedentari. Aktivitas sedentari (sedentary activity) adalah kegiatan yang mengacu pada segala jenis aktivitas yang dilakukan di luar waktu tidur, dengan karakteristik keluaran kalori yang sangat sedikit (< 1>
Fenomena penurunan aktivitas fisik dan peningkatan aktivitas sedentari di masa pandemi ini didukung oleh berbagai penelitian. Dalam Jurnal Physical Theraphy UNISA (April 2021), Nurul Muflihah dan Riska Risty melakukan review jurnal penelitian yang berhubungan dengan aktivitas sedentari selama pandemi dari 11 negara, termasuk Indonesia. Kesimpulan review adalah semua jurnal membuktikan adanya identifikasi perilaku sedentari (sedentary behviour) di masa pandemi COVID-19.
Di masa pandemi, anak -anak, terutama anak usia sekolah (6-18 tahun) termasuk yang paling banyak berpotensi mengalami penurunan aktivitas fisik. Temuan Dunton, et al dalam jurnal BMC Public Health (2020) menunjukkan bahwa anak usia 5-13 tahun di Amerika Serikat mengalami penuruan aktivitas fisik dan kenaikan aktivitas sedentari di awal pandemi Covid-19. Meskipun penelitian ini dilakukan di AS namun secara tidak langsung mampu memberikan gambaran bahwa pendemi memberikan efek besar pada perubahan pola aktivitas fisik anak.
Jenis-jenis Aktivitas fisik
Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang diakibatkan kerja otot rangka dan meningkatkan pengeluaran tenaga serta energi (Kemenkes RI). Aktivitas ini mencakup aktivitas yang dilakukan di sekolah, di tempat kerja, dalam keluarga/rumah tangga, selama dalam perjalanan dan aktivitas lain yang dilakukan untuk mengisi waktu senggang sehari-hari. Secara umum aktivitas fisik dibagi menjadi tiga kategori berdasarkan intensitas dan besaran kalori yang dikeluarkan yaitu aktivitas fisik ringan, sedang dan berat.
Aktivitas fisik ringan hanya memerlukan sedikit tenaga dan biasanya tidak menyebabkan perubahan pada pernafasan. Saat melakukan aktivitas ini seseorang masih bisa berbicara dan bernyanyi. Energi yang dilakukan selama melakukan aktivitas ini kurang dari 3,5 Kcal/menit. Masuk dalam kategori aktivitas ringan antara lain berjalan santai di rumah, membaca, menulis, membuat prakaraya, bermain kartu, melukis dan bermain musik.
Aktivitas sedang ditandai dengan mengeluarkan sedikit keringat, denyut jantung dan frekuensi nafas lebih cepat. Meskipun tetap dapat berbicara tetapi tidak dapat bernyanyi. Energi yang dikeluarkan pada aktivitas sedang berkisar 3,5-7 Kcal/ menit. Berbagai aktivitas yang masuk di dalamnya antara lain memindahkan perabotan ringan di rumah, bermain tangkap bola, berjoget, bermain bulu tangkis dan voli.
Aktivitas fisik dikategorikan berat apabila selama beraktivitas tubuh mengeluarkan banyak keringat. Selain itu denyut jantung dan frekuensi nafas sangat meningkat hingga terengah-engah. Aktivitas ini mampu membakar lebih dari 7Kcal/ menit. Termasuk aktivitas berat antara lain bermain basket, beadminton kompetitif, voly kompetitif, menganggkat perabot berat dan mencangkul.
Memilih Aktivitas Fisik Anak Usia Sekolah
BDR selama pandemi menuntut anak untuk duduk di depan gawai dalam waktu yang lama. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menganjurkan screen time untuk anak usia 6-12 tahun hanya 90 menit atau 1,5 jam. Durasi 90 menit ini berlaku untuk keseluruhan mata pelajaran selama sehari. Pada kenyataannya, anak harus berada di depan layar monitor lebih dari itu. Artinya, terjadi peningkatan aktivitas sedentari. Belum lagi ancaman penularan virus Covid-19 dan peraturan pembatasan aktivitas membuat anak- anak tidak bisa bermain di luar rumah. Untuk mengatai kebosanan, akhirnya bermain gawai menjadi pilihan.
Dalam Panduan Aktivitas Fisik dan Perilaku Sedentari (2020), WHO merekomendasikan anak-anak dan dewasa (5-17 tahun) untuk melakukan aktivitas fisik sedang hingga intensitas cukup berat (vigorous) minimal 60 menit/hari. Untuk memperkuat tulang dan otot, aktivitas ini setidaknya dilakukan tiga kali/minggu. WHO juga merekomendasikan dalam melakukan aktivitas fisik dimulai aktivitas ringan dan secara perlahan meningkat secara baik sisi frekuensi, intensitas maupun durasi.
Untuk kebutuhan aktivitas fisik selama pandemi, anak usia sekolah dapat mulai melakukan kegiatan olahraga dan berbagai permainan menyenangkan yang dapat dilakukan di rumah. Untuk anak usia 6-8 orang tua bisa mengajak anak bermain lempar tangkap bola di halaman bahkan di dalam rumah. Menari bersama diiringi musik juga akan menyenangkan. Orang tua juga bisa mulai memperkenalkan dan anak senam dan yoga. Tentu saja pendampingan diperlukan untuk menghindari cedera.
Aktivitas fisik dengan intensitas lebih tinggi dapat dilakukan untuk anak yang lebih tua (9-18 tahun). Orang tua bisa mulai mengajak anak untuk berolahraga secara rutin, misalnya dengan berjalan mengintari rumah, bermain sepeda statis, atau melakukan olahraga lompat tali. Apabila anak kurang menyukai aktivitas olahraga, orang tua bisa mengajak anak untuk melakukan kegiatan rumahan. Berbagai kegiatan rumahan yang bisa dilakukan anak antara lain menyapu halaman, membereskan mainan, membantu orangtua mencuci kendaraan, hingga berkebun. Para orang tua bisa rutin melakukan kegiatan ini selama 1–3 jam setiap harinya bersama anak-anak.
Manfaat Aktivitas Fisik Pada Anak
Aktivitas fisik pada anak memberikan banyak manfaat. Manfaat secara fisik adalah membangun kekuatan dan ketahanan otot. Termasuk bagi ketahanan sistem kardiovaskular. Hal tersebut tentu saja mampu meningkatkan kesehatan dan kebugaran anak. Aktivitas fisik dengan berolahraga juga mampu meningkatkan imunitas anak guna mencegah terinfeksi Covid-19.
Dengan aktivitas fisik, berbagai keterampilan pada anak juga akan terasah. Sebut saja keterampilan mengontrol objek terntentu, motorik halus dan motorik kasar, pengenalan benda, warna dan bentuk. Bahkan secara kognisi, aktivitas fisik mampu meningkatkan kemampuan berfikir.
Aktivitas fisik berbasis permainan juga memberikan manfaat luar biasa bagi anak-anak dari sisi psikososial, apalagi jika dilakukan oleh dua anak atau lebih (berkelompok). Dengan bermain bersama anak dapat belajar sportivitas, kepercayaan dari, mematuhi aturan dan bahkan mengendalikan emosi.
Sebaliknya, rendahnya aktivitas fisik dan tingginya perilaku sedentari pada anak-anak dan remaja dikaitkan dengan kegemukan, obesitas, kesehatan kardiometabolik dan kebugaran yang lebih buruk. Tentu saja juga berpengaruh secara psikososial.
Pandemi Covid-19 harusnya tak menghalangi anak Indonesia tetap aktif bergerak meski dirumah. Orang tua tak boleh bosan mengajak anak-anak terus bergerak dengan berolahraga dan bermain riang gembira. Mari wujudkan anak Indonesia yang terlindungi, sehat, bugar dan ceria. Selamat Hari Anak Nasional Indonesia.
Tulisan ini telah dimuat sebelumnya pada https://kumparan.com/tututbinasulistiyowati/momen-hari-anak-nasional-yuk-ajak-anak-tetap-aktif-bergerak-meski-pandemi-1wBgYNXLTWP
*Penulis adalah Kabag Humas, Hukum dan Sisinfo pada Sekretaris Deputi Bidang Pembudayaan Olahraga