Perilaku sedentari (dari bahasa Latin "sedere" yang berarti "duduk") didefinisikan sebagai aktivitas yang dilakukan di luar waktu tidur dengan pengeluaran energi sangat rendah (≤1,5 METs), seperti duduk, berbaring, menonton televisi, atau bekerja di depan komputer dalam waktu yang lama.
Penulis: Tutut Bina S*
Perilaku sedentari (dari bahasa Latin "sedere" yang berarti "duduk") didefinisikan sebagai aktivitas yang dilakukan di luar waktu tidur dengan pengeluaran energi sangat rendah (≤1,5 METs), seperti duduk, berbaring, menonton televisi, atau bekerja di depan komputer dalam waktu yang lama.
Perilaku ini, jika dilakukan berulang-ulang bisa menjadi gaya hidup. Gaya hidup sedentari (sedentary lifestyle) adalah fenomena yang semakin meluas di era modern. Dengan kemajuan teknologi dan kenyamanan hidup yang semakin meningkat, banyak orang menghabiskan sebagian besar waktu mereka dengan duduk atau berbaring, baik di depan layar komputer, televisi, atau gawai dan minim aktivitas fisik. Aktivitas fisik yang sangat minim ini biasanya kurang dari 150 menit per minggu, yang merupakan rekomendasi minimum dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Meskipun terlihat sepele, gaya hidup ini memiliki dampak yang signifikan terhadap kesehatan fisik dan mental.
Ciri-ciri gaya hidup sedentari
Mengenali gaya hidup sedentari tidaklah sulit, terutama jika kita sering melakukan beberapa aktivitas berikut:
1. Duduk untuk waktu yang lama: jika Anda menghabiskan sebagian besar hari duduk, baik saat bekerja di depan komputer, menonton televisi, atau berselancar di internet, ini adalah salah satu tanda utama gaya hidup sedentari.
2. Kurangnya aktivitas fisik : tidak ada atau sangat sedikit aktivitas fisik seperti berjalan, berlari, bersepeda, atau olahraga lainnya dalam keseharian Anda.
3. Transportasi pasif: lebih memilih kendaraan bermotor untuk jarak yang sebenarnya dapat ditempuh dengan berjalan kaki atau bersepeda.
4. Waktu layar (screen time) yang tinggi : menghabiskan banyak waktu di depan layar, baik untuk pekerjaan, hiburan, atau media sosial.
5. Jarang berjalan atau bergerak: menghindari aktivitas sederhana seperti berjalan ke toko terdekat atau naik tangga.
Bahaya gaya hidup sedentari bagi kesehatan
Gaya hidup sedentari memiliki dampak yang serius bagi kesehatan. Berikut beberapa bahayanya:
1. Risiko penyakit kardiovaskular : Gaya hidup sedentari berkaitan erat dengan peningkatan risiko penyakit jantung, hipertensi, dan stroke . Kurangnya aktivitas fisik menyebabkan sirkulasi darah tidak optimal, meningkatkan risiko penumpukan plak di arteri.
2. Obesitas dan diabetes Tipe 2: Ketika tubuh tidak aktif, kalori yang dikonsumsi tidak terbakar dengan baik, yang berujung pada penumpukan lemak dan peningkatan berat badan. Ini juga meningkatkan risiko diabetes tipe 2 karena resistensi insulin yang lebih tinggi.
3. Gangguan mental: gaya hidup sedentari tidak hanya berdampak pada kesehatan fisik, tetapi juga kesehatan mental. Orang yang kurang bergerak cenderung mengalami depresi, kecemasan, dan penurunan kesejahteraan mental secara keseluruhan.
4. Masalah postur dan sakit punggung: duduk dalam waktu lama, terutama dengan postur yang buruk, dapat menyebabkan masalah pada tulang belakang dan otot, termasuk nyeri punggung kronis dan masalah postur.
Mengidentifikasi apakah kita sedang menjalani gaya hidup sedentari
Mungkin tanpa disadari, kita sudah menjalani gaya hidup sedentari. Untuk mengetahuinya, kita bisa mulai dengan mengamati rutinitas harian kita:
- Berapa lama waktu yang kita habiskan untuk duduk setiap hari?
- Seberapa sering kita berolahraga atau bergerak aktif dalam sehari?
- Apakah kita merasa lebih nyaman menggunakan lift daripada tangga?
- Apakah kita merasa lelah atau kurang bertenaga meskipun tidak banyak bergerak sepanjang hari?
Jika sebagian besar jawaban kita mengarah pada minimnya aktivitas fisik, kemungkinan besar kita menjalani gaya hidup sedentari.
Gaya hidup sedentari di Indonesia
Menurut laporan Riset Kesehatan Dasar (2018), Indonesia berada dalam posisi yang mengkhawatirkan dalam hal gaya hidup sedentari. Data Di Indonesia, 33,5 persen penduduk usia ≥10 tahun menghabiskan waktu duduk ≥6 jam per hari, yang meningkat dari 24,1 persen pada tahun 2013.
Melansir dari USA Today, sebuah studi dari Stanford University (2017) yang dipublikasikan jurnal Nature meneliti 700 ribu orang di 46 negara untuk menemukan negara termalas dan teraktif di dunia. Hasil studi itu diperoleh para peneliti dengan mengamati rata-rata jumlah langkah kaki para subjek penelitian. Hasil penelitian menemukan bahwa Hong Kong adalah negara paling aktif alias rajin di dunia (6.880 langkah per hari), sedangkan Indonesia menjadi negara termalas di dunia (3.513 langkah per hari).
Hasil pengukuran Indeks Pembangunan Olahraga (IPO) tahun 2023 menunjukkan tingkat partisipasi olahraga masyarakat Indonesia pada angka 0,254 yang berarti baru 25,4 persen masyarakat Indonesia yang aktif berolahraga. Angka ini menurun 0,03 poin dibandingkan dengan capaian tahun 2022 yang sebesar 0,284.
Tips menghindari gaya hidup sedentari
Mengubah gaya hidup sedentari memang tidak mudah, terutama jika Anda sudah terbiasa. Namun, beberapa tips sederhana berikut bisa membantu Anda menjadi lebih aktif:
1. Berjalan setiap 30 menit: bangun dari tempat duduk Anda setiap 30 menit untuk berjalan-jalan atau sekadar meregangkan tubuh.
2. Gunakan tangga: lebih memilih menggunakan tangga daripada lift atau eskalator.
3. Tetapkan jadwal olahraga rutin: setidaknya lakukan olahraga ringan seperti berjalan cepat, berlari, atau bersepeda selama 30 menit setiap hari.
4. Kurangi waktu layar: batasi waktu yang Anda habiskan di depan layar, baik untuk bekerja maupun hiburan.
5. Aktif dalam aktivitas harian: libatkan diri dalam kegiatan yang membutuhkan gerakan, seperti berkebun, membersihkan rumah, atau bermain dengan anak-anak.
Pemerintah, baik pusat dan daerah juga telah menggulirkan berbagai kebijakan, program dan kegiatan yang memfasilitasi masyarakat bisa bergaya hidup aktif. Adanya taman kota, jalur sepeda, car free day di akhir pekan dan berbagai program lainnya. Tinggal bagaimana kita sebagai masyarakat mampu mengambil manfaat darinya.
*Dari berbagai sumber
**Penulis adalah Pranata Humas Ahli Madya Kemenpora, Mahasiswa S3 Ilmu Administrasi Publik Universitas Indonesia