Sekolah Berasrama (Boarding School) dan Pesantren Berpeluang Memberikan Kecukupan Aktivitas Fisik bagi Pelajar

Kesehatan fisik pelajar (dalam kategori usia anak dan remaja) di seluruh dunia, termasuk Indonesia, semakin menjadi perhatian seiring dengan kekhawatiran maraknya gaya hidup sedentari (mager) yang dapat memicu tingginya tingkat obesitas anak dan remaja. Keadaan ini selanjutnya dapat berdampak pada meningkatnya prevalensi penyakit tidak menular.

Sekolah Berasrama (Boarding School) dan Pesantren Berpeluang Memberikan Kecukupan Aktivitas Fisik bagi Pelajar Komplek SMP Islam Terpadu Ihsanul Fikri di Mungkid, Kabupaten Magelang yang cukup luas dan dilengkapi dengan berbagai fasilitas, termasuk fasilitas olahraga (dok: https://ppdb.ihsanulfikri.sch.id/)

Oleh Tutut Bina S*

Kesehatan fisik pelajar (dalam kategori usia anak dan remaja) di seluruh dunia, termasuk Indonesia, semakin menjadi perhatian seiring dengan kekhawatiran maraknya gaya hidup sedentari (mager) yang dapat memicu tingginya tingkat obesitas anak dan remaja. Keadaan ini selanjutnya dapat berdampak pada meningkatnya prevalensi penyakit tidak menular.

Riset Kesehatan Dasar tahun 2018 Kemenkes memperkirakan satu dari tiga orang dewasa, satu dari lima anak berusia 5-12 tahun, dan satu dari tujuh remaja berusia 13-18 tahun di Indonesia mengalami kelebihan berat badan atau obesitas.  Mengutip dari wolrdobesity.org, yang menghimpun data angka underweight dan obesitas dari seluruh dunia sepanjang tahun 1990 hingga 2022 menunjukkan tingkat obesitas pada anak-anak di Indonesia mencapai 10,78 persen. Angka yang cukup tinggi dan mengkhawatirkan mengingat obesitas dapat menjadi pemicu berbagai penyakit tidak menular pada anak.

Berdasarkan rekomendasi organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2020, anak-anak dan remaja usia 5 hingga 17 tahun membutuhkan minimal 60 menit aktivitas fisik intensitas sedang hingga tinggi setiap harinya termasuk di dalamnya minimal 3 hari dalam seminggu terdapat aktivitas aerobik. Hal tersebut untuk mendukung kesehatan jantung, otot, dan tulang, serta mengurangi risiko obesitas dan penyakit kronis lainnya. Bahkan dianjurkan juga untuk membatasi waktu yang dihabiskan untuk kegiatan sedentari dan menggantikannya dengan berbagai aktivitas dalam berapapun tingkat intensitasnya.

Akan tetapi, menjadikan anak dan remaja Indonesia memiliki gaya hidup aktif dan gemar berolahraga sepertinya masih menjadi PR berat kita semua. Laporan Indeks Pembangunan Olahraga (IPO) 2023 menunjukkan bahwa partisipasi olahraga di kalangan anak dan remaja Indonesia masih rendah. Hasil survei terhadap anak usia 10-15 tahun dan pemuda usia 16-30 tahun (termasuk di dalamnya  usia remaja)  menunjukkan bahwa mereka yang berolahraga atau melakukan aktivitas fisik 3 kali/minggu atau lebih sebesar 34% pada anak dan 35,7% pada pemuda. Ini menunjukkan masih ada sekitar 65% di antara anak dan pemuda Indonesia yang secara frekuensi aktivitas fisiknya masih tergolong rendah atau belum memenuhi prinsip kecukupan gerak.

Pada aspek kebugaran anak usia 10 sd 15 tahun, fakta menunjukkan bahwa tingkat kebugaran jasmani anak Indonesia masih memprihatinkan. Mereka yang memiliki kebugaran jasmani masuk kategori baik atau lebih hanya 6,79%. Sementara itu, anak-anak yang memiliki kebugaran jasmani kategori kurang dan kurang sekali sebanyak 77,12%. Pada usia pemuda yaitu 16-30 tahun menunjukkan bahwa mereka yang memiliki kebugaran jasmani kategori baik/lebih hanya sebesar 5,04%. Sementara itu, pemuda yang memiliki kebugaran jasmani kategori kurang dan kurang sekali sebesar 83,55%. Kondisi yang demikian harus menjadi perhatian bersama mengingat tahun 2045 adalah milik mereka. Bagaimana Indonesia dapat menikmati bonus demografi jika kondisi fisik para calon pemimpin masa depan  relatif lemah dan rentan terhadap gangguan kesehatan. Tentu kita tidak ingin generasi yang sekarang ─ anak dan remaja ─ pada akhirnya  justru akan menjadi beban bagi bangsa ini di masa depan.

Boarding School dan Pesantren mendukung Aktivitas Fisik Pelajar

Di tengah tantangan ini, sekolah berasrama (boarding school) dan pesantren  berpotensi memberikan solusi dengan lingkungan yang mendukung kecukupan aktivitas fisik. Para pelajar di sekolah berasrama atau pesantren umumnya memiliki mobilitas tinggi dari satu titik fasilitas ke fasilitas lainnya, seperti ruang kelas, kantin, perpustakaan, hingga masjid. Aktivitas harian ini secara tidak langsung memaksa mereka untuk bergerak aktif sepanjang hari. Tak hanya itu, jadwal yang padat serta adanya kegiatan ekstrakurikuler olahraga, di luar jam pelajaran olahraga yang rutin dilakukan setiap minggu, juga berperan penting dalam meningkatkan aktivitas fisik pelajar.

Beberapa boarding school atau pesantren bahkan menerapkan kegiatan olahraga bersama setiap pagi, seperti berlari atau berjalan sebelum memulai aktivitas belajar. Hal ini, selain menjadi sarana untuk menjaga kebugaran, juga menjadi bagian dari pendidikan disiplin dan kebersamaan yang diterapkan di lembaga pendidikan berasrama. Dengan lingkungan yang mendukung dan aktivitas fisik yang rutin, para santri di pesantren lebih cenderung memiliki tingkat aktivitas fisik yang lebih tinggi dibandingkan dengan pelajar di sekolah reguler.

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Hidayat et al (2021) yang dimuat dalam Journal of Physical Activity and Sports (JPAS) membandingkan tingkat aktivitas siswa SMP Muhammadiyah 04 Sukorejo antara yang boarding dan non-boarding. Hasil penelitian menunjukkan bahwa baik siswa boarding maupun non-boarding memiliki tingkat aktivitas fisik sedang, akan tetapi pada siswa boarding tingkat aktivitas sedang  yang lebih mendekati tinggi, yang berarti tingkat aktivitas fisiknya lebih baik.

Dengan demikian, model pendidikan berasrama atau pesantren, dapat menjadi contoh bagaimana sistem pendidikan yang terintegrasi dengan aktivitas fisik mampu memberikan manfaat yang lebih komprehensif bagi kesehatan pelajar. Sekolah jenis tersebut tidak hanya membekali para siswa dengan akademis, life skill  contohnya kemandirian, hingga ilmu agama,  tetapi juga secara tidak langsung meningkatkan kualitas kesehatan mereka melalui aktivitas fisik yang konsisten.

Ke depan dibutuhkan lebih banyak penelitian terkait sehingga dapat menjadi menjadi bahan perumusan kebijakan bagi pemerintah dan stakeholder terkait untuk menyusun strategi peningkatan aktivitas fisik dan olahraga bagi pelajar Indonesia dan sebagai pengetahuan bagi masyarakat.

 

*Penulis adalah Pranata Humas Ahli Madya Deputi Bidang Pembudayaan Olahraga dan Mahasiswa S3 Ilmu Administrasi Universitas Indonesia

BAGIKAN :
PELAYANAN