Penyandang Disabilitas Memerlukan Bimbingan, Kepercayaan, Kesempatan, dan Pengakuan untuk Berkembang

Kegiatan Kemitraan Olahraga Penyandang Disabilitas Lintas Sektoral yang digelar oleh Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) pada 15-16 Agustus 2024 memasuki hari kedua dengan diskusi mendalam yang melibatkan berbagai narasumber penting.

Penyandang Disabilitas Memerlukan Bimbingan, Kepercayaan, Kesempatan, dan Pengakuan untuk Berkembang Popon, salah satu peserta FGD yang merupakan penyandang disabilitas tuna netra turut menyuarakan aspirasinya

Jakarta: Kegiatan Kemitraan Olahraga Penyandang Disabilitas Lintas Sektoral yang digelar oleh Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) pada 15-16 Agustus 2024 memasuki hari kedua dengan diskusi mendalam yang melibatkan berbagai narasumber penting.

Dalam paparan yang disampaikannya, Tina Camelia (Kementerian Sosial) menyoroti perlunya pengembangan kurikulum olahraga kebugaran yang spesifik untuk penyandang disabilitas. “Bagaimana kalau dibuatkan kurikulum olahraga kebugaran untuk disabilitas? Juga kurikulum Pendidikan berbasis HAM dan disabilitas!” tegas Tina. 

Tina Camelia juga menekankan dampak negatif dari minimnya aktivitas fisik bagi penyandang disabilitas. “Jika disabilitas tidak melakukan aktivitas fisik, maka tingkat disabilitasnya bisa semakin berat,” ujarnya. 

Di sisi lain, Ahmad Rosidi (Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi) menjelaskan bahwa Indonesia saat ini sedang berproses untuk memperbaiki pelayanan bagi penyandang disabilitas. "Terdapat 146.454 siswa SLB yang ada di Indonesia", tambah Ahmad Rosidi dalam paparannya. 

Kegiatan FGD ini juga mengungkap sejumlah kondisi yang dihadapi oleh penyandang disabilitas di Indonesia, antara lain:
1. Disabilitas tidak punya identitas;
2. Disabilitas membutuhkan biaya tambahan untuk kebutuhan alat bantu dan pendampingan;
3. 72 persen penyandang disabilitas bekerja di sektor informal;
4. Standar Pelayanan dan infrastruktur fasilitas publik belum sepenuhnya mengakomodir kebutuhan penyandang disabilitas;
5. Penyandang disabilitas memiliki pendapatan rata-rata lebih rendah daripada non disabilitas.

Popon, salah satu peserta FGD, menyampaikan, “Bahwa penyandang disabilitas, mulai dari anak hingga dewasa, hanya memerlukan bimbingan, kepercayaan, kesempatan, dan akan lahir pengakuan". 

Kegiatan ini diharapkan dapat menghasilkan rekomendasi konkret dan program-program yang lebih inklusif untuk meningkatkan kualitas hidup penyandang disabilitas di Indonesia, serta memperkuat sinergi antar lembaga pemerintah dalam mewujudkan tujuan tersebut. (Uc/tb)

BAGIKAN :
PELAYANAN